Versi JMK Oxfam, Kebutuhan Mendesak Pengungsi Gempa Majene adalah Sanitasi & Air Bersih
- Hasil kaji cepat dan pemetaan di lapangan

KABAR.NEWS, Majene - Akses air bersih dan sanitasi masih menjadi kebutuhan mendesak di tenda-tenda pengungsian bencana gempa bumi Sulawesi Barat (Sulbar), menurut hasil kaji cepat dan pendataan penyintas korban bencana yang dilakukan Jejaring Mitra Kemanusiaan (JMK) Oxfam.
Hasil kaji cepat JMK Oxfam tersebut dilakukan atas kerja sama mitra lokalnya di Sulawesi Selatan (Sulsel), yakni PKBI dan LBH Apik Sulsel serta PKBI dan LBH Apik Sulteng dalam respon bencana gempa bumi di Sulbar.
Pendataan tersebut berfokus pada kelompok rentan seperti ibu hamil, ibu menyusui, anak, lansia (lanjut usia), disabilitas, dan kelompok rentan lainnya.
Salah satu pengungsi di Desa Maliaya, Kabupaten Majene, Ilham mengatakan hingga saat ini, belum tersedia sanitasi yang layak dan air bersih masih sangat sulit didapatkan.
"Kalau mau buang air besar, kami ke sungai atau buat galian di sekitar pengungsian. Yang lansia kadang buang air besar di sembarang tempat karena tidak mampu lagi jalan ke sungai," ujar Jaherudin, dalam keterangan tertulis JMK Oxfam, Kamis (21/1/2021).
Koordinator rapid assessment JMK Oxfam wilayah Majene, Andi Iskandar Harun mengatakan saat ini, tim JMK Oxfam berupaya menindaklanjuti kebutuhan tersebut dengan melakukan
assessment mengenai water supply dan sanitasi di wilayah terdampak.
Dari hasil pemetaan yang ditemukan tim assessment yakni korban bencana meninggalkan rumah dan mencari lokasi aman untuk ditempati mengungsi, dalam kondisi ini tidak ada titik sumber air ditemukan warga termasuk sarana MCK karena yang dipikirkan adalah penyelamatan diri.
"Rata-rata pengungsi tidak memiliki sumber air tetap seperti PDAM, sumur bor, dan sumber air lain yang tersedia di perkampungan sehingga hanya mendapatkan sumber air melalui water tracking dari relawan. Saat ini hanya ada 10 water tracking yang disediakan PMI untuk seluruh pengungsi Majene dan sangat terbatas di wilayah terpencil," jelasnya.
Selain ketersediaan air bersih, kondisi sanitasi juga sangat buruk. Banyak pengungsi membuang air besar di tempat tidak layak seperti sungai, hutan, maupun membuat galian di sekitar pengungsian.
"Masalah lain yang muncul dari buruknya sanitasi ini adalah menyasar kesehatan lingkungan. Kalau situasi ini tidak ditangani, akan berdampak pada penyakit seperti diare, ispa, dan penyakit kulit lainnya," ujarnya.
Kemudian, berdasarkan hasil pendataan gender, sangat banyak ditemui penyintas kelompok rentan seperti ibu hamil, bayi, balita, lansia dan disabilitas.
"Untuk saat ini kami berfokus pada penanganan kesehatan lingkungan melalui promosi kesehatan 5 pilar STBM, pengelolaan sampah di lokasi pengungsian, mengadakan survei air baku untuk upaya penyediaan sumber air bersih serta kami juga berupaya untuk penyediaan MCK," ujarnya.
JMK merupakan jejaring nasional kemanusiaan yang beranggotakan 22 NGO se-Indonesia dan dikelola melalui suatu manajemen jejaring yang terdiri dari JEMARI Sakato Sumatera Barat selaku koordinator Jejaring, CIS Timor NTT selaku koordinator Pilar Humanitarian, SUAR Indonesia Kediri selaku koordinator Pilar advokasi serta PKBI Sulsel selaku koordinator Pilar keberlanjutan dan penguatan kapasitas.