Stasiun TV di Australia Jadi Korban Serangan Siber
Akibatnya TV Channel 9 sempat tidak bisa siaran dan beralih ke server lain yang tidak terkena serangan siber.

KABAR.NEWS - Sebuah perusahaan media di Australia, Nine Entertaiment mendapatkan serang siber dengan skala besar. Akibat perusahaan yang mengoperasikan siara TV Channel 9 itu tidak bisa siaran.
Seorang sumber menyebut TV Channel 9 sempat tak bisa menyiarkan programnya bernama Weekend Today. Mereka kemudian tetap bisa siaran menggunakan server lain yang tak terdampak dari serangan tersebut.
"(Kami) menggunakan server yang tidak terdampak," ujarnya dilasir Reuters, Selasa (30/3/2021).
Pihak Nine menyebut serangan ini hanya berdampak pada media TV mereka. Namun, bisnis media cetak mereka seperti The Age dan The Sydney Morning Herald secara tidak langsung ikut terdampak. Pasalnya mereka harus mematikan jaringan internal mereka agar serangan siber tersebut tidak menyebar.
Serangan siber ini disebut unik, karena modusnya seperti sebuah ransomware. Namun bedanya, serangan ke Nine ini tak disertai oleh permintaan uang tebusan.
Hal ini diutarakan oleh peneliti keamanan independen Troy Hunt, yang menyebut serangan ini mengenkripsi data milik korban. Namun sejauh ini belum ada permintaan uang tebusan untuk membuka enkripsi tersebut.
"Sejauh ini kita melihat serangan ransomware di mana pelaku tak cuma mengenkripsi file, melainkan juga mengkopi file untuk pemerasan. Namun sejauh ini tak ada permintaan uang tebusan, jadi saya tak tahu apakan ini membuatnya menjadi ransomware," ujar Hunt.
Muncul spekulasi yang menyebut serangan ini dilakukan oleh aktor yang dibekingi pemerintahan negara tertentu, dalam hal ini China. Pasalnya belakangan ini hubungan antara Australia dan China sedang tak akur, setelah pemerintah Australia seringkali mengomentari sejumlah masalah di China, seperti kedaulatan, keamanan, dan pembangunan di China.
Ditambah lagi Australia ikut memblokir penggunaan peralatan jaringan 5G buatan Huawei di negaranya. Begitu juga dengan media milik Nine seperti Herald dan Age yang sering mengkritisi keputusan politik China.