Soal Smelter, Rahman Pina bandingkan Komitmen PT Vale dan Kalla Group
*Vale belum membangun smelter di Bahodopi dan Pomalaa

KABAR.NEWS, Makassar - Ketua Komisi D DPRD Sulawesi Selatan, Rahman Pina, menyebut PT Vale Indonesia tidak berkomitmen melaksanakan amandemen kontrak karya atau KK tahun 2014 yang mengharuskan perusahaan tambang ini membangun smelter.
Menurut Rahman Pina, dalam amandemen KK tahun 2014, PT Vale wajib membangun pabrik pemurnia biji nikel di Blok Bahodopi, Sulawesi Tengah dan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Perusahaan baru memiliki smelter di Sorowako, Luwu Timur.
"PT. Inco kala itu, sebenarnya sudah lalai dari komitmennya karena dalam KK generasi pertama, Inco tegaskan akan membangun pabrik di Bahodopi dan Pomalaa tahun 2005. Tapi rupanya janji tinggal janji saja dan tidak ada yang terealisasi," kata Rahman Pina dikutip dari unggahannya di Facebook, Rabu (30/3/2022). KABAR.NEWS mendapat izin mengutip pernyataan tersebut.
Selain itu, lanjut Rahman Pina, PT Vale berjanji membangun smelter sebesar 4 miliar dollar AS pada dua blok tersebut sebagai syarat kesepakatan amandemen KK 2014. (Baca juga: DPRD Sulsel Siapkan Opsi Jemput Paksa Direksi PT Vale Jika abaikan Lagi RDP)
Menurut legislator Golkar itu, jika smelter ini tidak dibangun dan KK diperpanjang yang tersisa tiga tahun lagi, maka perusahaan berbasis di Brasil itu dianggap membohongi negara.
"Tapi saya ingin berpikir positif saja, smelter itu akan selesai tahun depan 2023. Dua tahun sebelum kontrak selesai 2025," katanya.
Sebelumnya, Chief Financial Officer (CFO) Vale Indonesia Bernardus Irmanto mengatakan, pembangunan smelter di Bahodopi belum dimulai karena menunggu keputusan investasi final atau final investment decision (FID).
Hal itu karena ada faktor teknis yang harus dikaji ulang oleh manajemen PT Vale sebelum memutuskan melakukan pembangunan. FID sendiri digeser ke bulan April 2022.
"Sebelumnya disampaikan bahwa FID akan terlaksana di kuartal I 2022, namun kemungkinan akan bergeser ke April 2022 untuk memastikan semua hal terkait perizinan, komersial, aspek ESG dan financing bisa selesai dengan baik," kata Irmanto dikutip dari Kontan.co.id, Rabu (2/3/2022).
Bernardus menegaskan bahwa tertundanya FID smelter di Bahodopi ini bukan karena imbas pandemi, melainkan ada hal terkait teknis yang harus dikaji ulang. Namun sayang, pihaknya tidak membeberkan lebih jauh mengenai hal teknis ini. (Baca juga: Hadiri HUT Lutim, Sekda Sulsel Sampaikan Apresiasi ke PT Vale)
Sementara, untuk rencana smelter di Pomalaa, PT Vale masih mengurus kelengkapan administrasi atau perizinan sebab pabrik pemurnihan biji nikel tersebut terbilang baru di Indonesia.
Rencananya, Vale akan menggandeng perusahaan asal Jepang yaitu Sumitomo Metal Mining Co Ltd untuk smelter Pomalaa.
Bandingkan PT Vale dengan Kalla Group
Rahman Pina yang beberapa hari terakhir mewarnai media karena kritiknya terhadap PT Vale, lantas membandingkan kinerja perusahaan tersebut dengan bisnis Kalla Group di sektor pertambangan.
Menurut Rahman Pina, Kalla Group milik Jusuf Kalla tak butuh waktu lama untuk membangun pabrik pengolahan nikel melalui anak perusahaannya yaitu PT Bumi Mineral Indonesia (BMS) di Bua, Kabupaten Luwu.
"Diam diam, ternyata perusahaan pribumi milik pak Jusuf Kalla ternyata sudah hampir merampungkan pembangunan smelter nikel di Desa Karang-Karangan, Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Tak perlu ditanya, apakah pekerjanya lokal atau asing. Sudah pasti tenaga lokal," kata Rahman Pina.
"Hebatnya lagi, nilai investasi pembangunan itu sebesar Rp10 triliun. Angka ini lebih besar dari APBD Sulsel tahun 2022 yang cuma Rp9,2 triliun. Bukan cuma itu, tahun 2023 sudah beroperasi dengan kapasitas 60.000 ton untuk satu smelter. Keren kan?" sambung dia. (Baca juga: OPINI: Demi NKRI, Akuisisi PT Vale adalah Pilihan Terbaik)
Dia pun membayangkan pengusaha tambang asal Sulsel bisa membeli atau menguasai sebagian saham PT Vale sebagai salah satu tuntutan dewan untuk perpanjangan kontrak perusahaan tersebut.
"Ada pak JK lewat Kalla Group Kalla Group, ada Syamsuddin Andi Arsyad atau Haji Isam dengan Jhonlin Jhonlin Group, pak Aksa Mahmud lewat Bosowa Erwin Aksa Group, Pak Amran PT. Tiran Group. Amat Dasyat, tidak sulit untuk membeli saham Vale, dan pengusaha asing itu pun pergi," sebut Rahman.