Persaingan Ekonomi, Biden: China Tak Akan Lampaui AS

Presiden AS melakukan konfrontasi dengan menyebut Xi Jinping sebagai pemimpin autokrasi seperti Putin.

Persaingan Ekonomi, Biden: China Tak Akan Lampaui AS
Presiden AS, Joe Biden. (Foto: Reuters)






KABAR.NEWS - Persaingan ekonomi antara Amerika Serikat dan China semakin meruncing. Presiden Amerika Serikat, Joe Biden bahkan menegaskan jika negaranya adalah paling kuat di dunia dan China tidak akan mampu melampauinya. 

Biden bahkan mengeluarkan pernyataan pedas terhadap Presiden China, Xi Jinping dengan menyamakan Presiden Rusia, Vladimir Putin. Biden menyebut Xi Jinping dan Putin sebagai negara yang merangkul autokrasi. 

Biden mengungkapkan negaranya akan melakukan investasi besar-besaran agar AS menang dalam persaingan ekonomi dengan China. Biden menuturkan dirinya menghabiskan waktu berjam-jam dengan Xi saat masih menjabat Wakil Presiden AS di bawah pemerintahan Presiden Barack Obama. 

Biden meyakini bahwa Xi mempercayai autokrasi memegang kunci masa depan. Disebutkan Biden bahwa dirinya telah memperjelas kepada Xi bahwa AS tidak mencari konfrontasi, namun bersikeras meminta China mematuhi aturan Internasional untuk persaingan adil, perdagangan adil dan menghormati hak asasi manusia (HAM).

"China memiliki tujuan secara keseluruhan, untuk menjadi negara paling terdepan di dunia, negara terkaya di dunia dan negara paling kuat di dunia. Itu tidak akan terjadi dalam pengawasan saya, karena Amerika Serikat akan terus bertumbuh," ujar Biden kepada wartawan di Gedung Putih dilansir Reuters, Jumat (26/3/2021). 

Di tengah memburuknya hubungan AS dan China, Biden menyamakan Xi dengan Putin dengan menyebut keduanya sebagai pendukung autokrasi.

"Dia salah satu orang, seperti Putin berpikir bahwa autokrasi adalah gelombang masa depan. Demokrasi tidak bisa berfungsi di dalam dunia yang terlalu kompleks," ucap Biden merujuk pada Xi.

"Dia tidak memiliki kerangka demokrasi -- dengan huruf 'd' kecil -- di dalam tubuhnya, tapi dia orang yang cerdas, pintar," imbuhnya, masih merujuk pada Xi.

Lebih lanjut, Biden menuturkan dirinya akan bekerja dengan sekutu-sekutu AS untuk meminta pertanggungjawaban China atas tindakannya di Taiwan, Hong Kong, Laut China Selatan dan atas perlakuannya terhadap etnis minoritas Muslim Uighur di Xinjiang, sambil mendorong China untuk mematuhi aturan internasional untuk perdagangan yang adil.

Diungkapkan Biden bahwa dirinya menegaskan posisi AS kepada Xi dalam percakapan telepon selama dua jam usai dirinya menjabat pada Januari lalu.

"Selama Anda dan negara Anda terus melanggar HAM secara terang-terangan, kami akan tanpa henti menyerukannya untuk menarik perhatian dunia, dan memperjelas, membuat jelas, apa yang terjadi. Dan dia mengerti itu," ucapnya.

Tidak hanya itu, Biden juga menyatakan dirinya akan memastikan peningkatan investasi AS dalam teknologi baru yang menjanjikan, seperti komputasi kuantum, kecerdasan buatan dan bioteknologi.

Dia ingin mengembalikan investasi AS dalam penelitian dan pengembangan teknologi, hingga mendekati 2 persen Produk Domestik Bruto (PDB) yang diinvestasikan tahun 1980-an dari angka saat ini sekitar 0,7 persen.

"Masa depan terletak pada siapa yang bisa, faktanya, memiliki masa depan yang berkaitan dengan teknologi, komputasi kuantum, berbagai hal termasuk di bidang medis," cetus Biden.

"Kita akan melakukan investasi nyata," tegasnya, sambil menekankan bahwa pengeluaran China untuk infrastruktur mencapai tiga kali lipat dari AS.

Menanggapi pernyataan Biden, Duta Besar China untuk AS, Cui Tiankai, dalam wawancara dengan wartawan senior CNN, Chritiane Amanpour, menegaskan tujuan China adalah 'memenuhi aspirasi rakyat China yang berkembang demi kehidupan lebih baik'.

"Tujuan kami bukan untuk bersaing atau menggantikan negara lain. Ini tidak pernah menjadi strategi nasional kami," tegas Cui.