Pelanggaran HAM di Sulsel: Penyerobotan Lahan Hingga Kebijakan NA
Menurut Walhi Sulsel

KABAR.NEWS, Makassar - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Selatan (Sulsel) menyebut kebijakan Gubernur Nurdin Abdullah (NA) mengakibatkan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Sulsel.
Pernyataan Walhi Sulsel menyusul sejumlah kasus lingkungan hidup yang menggerus hak ekonomi, sosial dan budaya masyarakat, yang dianggap efek dari kebijakan NA. Salah satunya adalah izin konsesi untuk penambangan pasir laut di perairan Kodingareng.
Pernyataan ini juga menyertai rilis Walhi Sulsel atas sejumlah dugaan pelanggaran HAM selama kurun waktu tahun 2020, pada Kamis (10/12/2020) kemarin atau tepat hari peringatan HAM Internasional.
Unit Hukum Lingkungan WALHI Sulawesi Selatan, Arfiandi Anas menyampaikan berbagai kasus pelanggaran HAM terjadi sepanjang tahun 2020 baik di dataran tinggi maupun pesisir.
Misalnya, sebut dia, pelanggaran HAM yang terjadi di dataran tinggi, kasus penyorobotan tanah pada masyarakat Desa Panca Karsa, Kecamatan Mangkutana, Kabupaten Luwu Timur (Lutim), di mana perusahaan negara dalam hal ini PTPN XIV telah melakukan penyerobotan dan pengerusakan lahan pertanian masyarakat.
"Sedangkan di wilayah pesisir, pelanggaran hak asasi juga terjadi pada masyarakat pulau kodingareng, di mana perusahaan PT. boskalis telah merusak wilayah kelola rakyat pesisir, hingga mengakibatkan penurun perekonomian masyarakat pulau," sebut Arfandi dalam rilisnya.
Selain itu, lanjut Arfiandi, Ia juga menyayangkan rentetan peristiwa pembungkaman massa aksi yang dilakukan oleh oknum aparat kepolisian, di mana massa aksi tersebut sedang menyuarakan penolakan terhadap kebijakan Omnibus Law yang merugikan masyarakat.
"Aksi penolakan terhadap Omnibus Law yang kemudian diikuti tindakan represif dan penangkapan massa aksi oleh aparat telah mencederai dan melanggar hak asasi manusia, seperti kasus penangkapan saudara kita Ijul," katanya.
Terakhir, Arfiandi mendesak agar Gubernur Sulsel NA untuk menegakkan perlindungan, pemenuhan, penghormatan terhadap HAM khususnya di sektor lingkungan hidup.
"Seharusnya, Negara dalam hal ini Presiden menindak tegas setiap oknum aparat yang melakukan pelanggaran HAM dan tindakan represif," tandas dia.
Di tempat yang sama, Pak Tedi, warga Desa Panca Karsa Lutim mengaku sampai saat ini, dia dan warga lainnya belum pernah mendapatkan ganti rugi dan belum pernah mendapatkan alasan di balik penyerobotan yang dilakukan PTPN untuk pembukaan kebun kelapa sawit.
"Masyarakat di sana itu memahami kalau tanah tersebut merupakan lahan pertanian mereka selama 30 tahun ini dan diwariskan oleh nenek-nenek kami. Kami juga telah melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian dan pemerintah, namun tidak ada respon. Sampai saat ini, kami masih memperjuangkan hak kami yang telah dirampas oleh pihak perusahaan (PTPN XIV)" katanya.
Ikbal, pihak yang mewakili nelayan di Pulau Kodingareng juga membeberkan berbagai bentuk pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pihak Boskalis, pemegang konsesi, Pelindo dan Gubernur Sulsel, hingga aparat pada proyek tambang pasir laut dan Makassar New Port.
"Tidak adanya sosialisasi analisis mengenai dampak lingkungan pada masyarakat kodingareng. Nelayan merasakan ketakutan dengan adanya intimidasi yang dilakukan oleh polairut. Setelah adanya proses penambangan, wilayah tangkap nelayan mengalami kekeruhan dan mengancam mata pencaharian kami," ungkap Pak Ikbal.
Penulis: Rahma Amin/B