Muhammadiyah-NU Tolak Tegas PPN Sembako dan Sekolah

Bertentangan dengan Pancasila

Muhammadiyah-NU Tolak Tegas PPN Sembako dan Sekolah
Ilustrasi PPN Sembako dan Sekolah. (KABAR.NEWS/Irvan Abdullah)






KABAR.NEWS, Jakarta - Organisasi Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) sama-sama menolak rencana pemerintah memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari sembilan kebutuhan pokok atau sembako dan sekolah.


Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menyatakan rencana penerapan PPN bidang pendidikan tersebut jelas-jelas bertentangan dengan jiwa konstitusi UUD 1945 Pasal 31 Pendidikan dan Kebudayaan.


"Kebijakan PPN bidang pendidikan jelas bertentangan dengan konstitusi dan tidak boleh diteruskan. Muhammadiyah dengan tegas menolak dan sangat berkeberatan atas rencana penerapan PPN untuk bidang pendidikan," kata Haedar dikutip dari laman Muhammadiyah.or.id, Sabtu (12/6/2021).


Diketahui, Kementerian Keuangan sudah menyiiapkan draf Rancangan Undang-Undang Revisi UU No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.


Haedar berpendapat, Pemerintah dan DPR seharusnya tidak memberatkan organisasi kemasyarakatan, seperti Muhammadiyah dan NU serta ormas lainnya sebagai penggerak pendidikan. 


"(PPN Sekolah) mematikan lembaga-lembaga pendidikan yang selama ini banyak membantu rakyat kecil, serta sebenarnya ikut meringankan beban pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan yang belum sepenuhnya merata," tegas Haedar.


Sementara Sekretaris Jenderal PBNU, Helmy Faishal Zaini menegaskan pihaknya tidak setuju dengan pemerintah yang ingin menerapkan PPN untuk sembako dan sekolah.


"Dalam pandangan kami, inisiatif pemerintah dalam hal upaya meningkatkan pajak namun melalui cara peningkatan PPN pendidikan dan sembako adalah tindakan yang tidak tepat. Dan sebaiknya usulan ini dapat dicarikan formula lain yang lebih memungkinkan dan bijaksana," tegas Helmy Faishal dikutip dari CNN Indonesia.


Helmy menegaskan bahwa salah satu amanat konstitusi RI adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, pemerintah tidak boleh sampai menghambat akses warga terhadap pendidikan.


"Siapapun memiliki hak untuk dapat mengakses pendidikan. Maka, harapan bagi terwujudnya education for all (pendidikan untuk semua) adalah suatu  keniscayaan," kata dia.


Helmy lalu menyarankan pemerintah untuk lebih berhati-hati dalam merumuskan kebijakan. Menurutnya, rencana menarik PPN termasuk dalam kategori yang memiliki dampak langsung pada masyarakat luas.


"Seharusnya pemerintah berpijak pada filosofi kemaslahatan rakyat. Dalam kaidah fikih disebutkan 'tashorruful Imam alā raiyyah manthun bil maslahah' (kebijakan seorang pemimpin harus didasarkan pada kemaslahatan bagi rakyat)" tandas dia.