MK Tolak Permohonan PKS, Ambang Batas Capres tetap 20 persen

* MK menyatakan perubahan ambang batas adalah wewenang DPR

MK Tolak Permohonan PKS, Ambang Batas Capres tetap 20 persen
etua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman, saat membacakan amar putusan Perkara No.73/PUU-XX/2022 di Jakarta, Kamis (29/9/2022). (YouTube/Mahkamah Konstitusi)






KABAR.NEWS, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mengajukan uji materil Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum berkaitan dengan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen.


“Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman, saat membacakan amar putusan Perkara No.73/PUU-XX/2022 di Jakarta, Kamis (29/9/2022) dikutip dari Solopos.


PKS mengajukan pengujian Undang-Undang Pemilu tersebut. PKS diwakili Ketua Umum Ahmad Syaikhu dan Sekretaris Jenderal Aboe Bakar Alhabsyi sebagai pemohon I dan Ketua Majelis Syura PKS Salim Segaf Aljufri sebagai pemohon II.


Dalam perkara tersebut, dua orang hakim MK, yakni Suhartoyo dan Saldi Isra memiliki alasan berbeda (concurring opinion).


Suhartoyo berpendapat tetap pada pendiriannya sebagaimana putusan-putusan sebelumnya bahwa berkenaan dengan ambang batas pencalonan presiden tidak tepat diberlakukan persentase.


Sebelumnya, dalam pokok permohonannya, PKS meminta angka ambang batas pencalonan presiden diturunkan dari 20 persen menjadi tujuh hingga sembilan persen.


Menanggapi permohonan itu, Hakim Konstitusi, Enny Nurbaningsih, mengatakan MK tetap pada pendiriannya terhadap ketentuan Pasal 222 Undang - Undang No.7/2017 yang mengatur ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden oleh partai politik dan gabungan partai politik.


Pendirian MK, lanjut dia, adalah menilai bahwa hal tersebut merupakan kebijakan politik yang terbuka. Enny menjelaskan, hakim konstitusi tidak memiliki wewnang untuk menilai dan mengubah ambang batas parlemen.


“Hal tersebut juga ditegaskan para pemohon dalam permohonannya. Permohonan halaman 26 merupakan kebijakan terbuka sehingga menjadi kewenangan pembentuk undang-undang, yakni DPR dengan Presiden untuk menentukan lebih lanjut kebutuhan legislasi mengenai besaran angka ambang batas tersebut,” jelas Enny.