LBH Makassar ungkap Kronologi Kematian Pemulung Diduga Disikat Brimob di Bantaeng
*Sempat dipukul

KABAR.NEWS, Makassar - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar mengungkapkan kronologi tewasnya seorang pemulung bernama Nuru Saali diduga dianiaya anggota Brimob dan satpam di kawasan pengolahan Nikel PT. Huadi Nickel-Alloy Indonesia (HNI), Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan.
Kakek berusia 78 tahun itu meregang nyawa pada Rabu, 18 Mei 2022, setelah dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Anwar Makkatuku dengan luka lebam hampir di sekujur tubuh.
Melansir siaran pers LBH Makassar, Jumat (20/5/2022), awalnya kakek Nuru Saali meninggalkan rumah pada 17 Mei 2022, sekitar pukul 03.00 Wita, menuju Tempat Pembuangan Limbah (slag) di kawasan pengolahan Nikel PT. Huadi. Smelter ini berlokasi di Papanloe, Kecamatan Pajukukang, Bantaeng.
Di tempat itu, Kakek Nuru bersama dua rekannya yakni Mujahid Daeng Tojeng dan Harun Daeng Tata, untuk mencari besi bekas yang nantinya akan dijual seharga Rp. 4.500/Kg.
"Sekitar pukul 08.00 WITA, Ismail cucu kandung korban mendapat informasi bahwa Nuru Saali dirawat di Klinik Huadi dan akan dirujuk ke RSUD Anwar Makkatuku. Mengetahui hal tersebut, Ismail segera menuju Klinik," tulis LBH Makassar di situs resminya.
Namun, setibanya Ismail sempat dihalangi untuk masuk dan menemui Nuru Saali. Ismail kemudian memaksa masuk dan melihat kondisi Nuru Saali sudah dalam keadaan tidak sadarkan diri, dengan selang infus yang terpasang dan perban di bagian belakang kepala.
Tidak hanya itu, di tubuhnya juga ditemukan beberapa luka lebam. Menurut informasi yang diterima Ismail, Nuru Saali dibawa ke Klinik Huadi sekitar pukul 04.00 WITA, oleh pihak keamanan PT. Huadi Nickel-Alloy Indonesia (HNI), dalam keadaan tidak sadar.
Kakek Nuru sempat Dipukul Hingga Pingsan
Ismail kemudian mengabari istri dan keluarga lainnya, kemudian memutuskan untuk merujuk Nuru Saali ke RSUD Anwar Makkatuku. Namun, setelah sehari dirawat, pada 18 Mei 2022, sekitar pukul 07.51 WITA, Nuru Saali dinyatakan meninggal dunia.
"Sehari sebelumnya, di hadapan Daeng Ngola, Jumerang, H. Lili Daeng Ngabba dan Ramli (Kepala Dusun Kayuloe), Mujahid Daeng Tojeng menerangkan bahwa pada saat kejadian, ia sempat melihat Nuru Saali dipukuli hingga pingsan oleh 3 (tiga) orang yang diduga Anggota Brimob, satuan keamanan perusahaan," tulis LBH.
Atas dasar itu,pihak keluarga memutuskan untuk membawa jasad Nuru Saali ke Klinik Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Biddokes) Polda Sulsel, untuk dilakukan otopsi guna mencari penyebab kematian.
Berdasarkan uraian kronologi tersebut, LBH Makassar menduga kuat bahwa kematian Nuru Saali diakibatkan oleh serangkaian tindakan kekerasan dan penyiksaan yang diduga dilakukan oleh anggota Brimob Polda Sulsel, saat dirinya dituduh telah melakukan pencurian besi di wilayah pembuangan limbah (slag).
Kronologi Versi Polisi
Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol Komang Suartana menjelaskan kakek Nuru Saali hendak mencuri besi di kawasan limbah PT Huadi. Kata Komang, korban meninggal dunia saat ditangkap.
"Dia tertangkap basah saat melakukan pencurian di sebuah perusahaan di Bantaeng. Satu diamankan dan satu melarikan diri (Nuru, red)" kata Komang dikutip dari Merdeka.com.
Saat melarikan diri tersebut, kakek Nuru disebut terjatuh. Saat itu pula dia meninggal dunia. Menurut Komang, pemulung tersebut diduga tewas karena sudah berumur saat dikejar.
Polda Sulsel akan menyelidiki apakah kematian Nuru saat akan ditangkap ada kesalahan standar operasional prosedur (SOP) atau tidak. Komang mengaku jasad Nuru sudah dibawa ke Biddokes Rumah Sakit Bhayangkara Makassar untuk dilakukan autopsi.
"Permintaan autopsi agar pembuktian apakah dia meninggal karena tindakan kekerasan atau terjatuh dan ada benturan," bebernya.
Pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia
Penasehat Hukum YLBHI-LBH Makassar Mirayati Amin mengatakan, dugaan perbuatan tersebut Anggota Brimob Polda Sulsel diduga telah melanggar hak dasar (Non-Derogable Right) atau hak yang tidak dapat dilakukan dalam keadaan apapun, yakni hak untuk hidup dan hak untuk tidak disiksa, sebagaimana diatur dalam Pasal 28A dan Pasal 28G Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia Tahun 1945.
"Terkait pelanggaran HAM, maka anggota Brimob Polda Sulsel yang diduga terlibat dalam peristiwa tersebut bertanggung jawab secara pidana dengan hukuman yang setimpal dengan jenis kejahatannya," kata Mirayati.
Hukuman tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 4 Ayat (1) dan (2) UU No. Tahun 1998 tentang pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia, Jo. Penjelasan Umum UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Selain itu, tindakan Anggota Brimob Polda Sulsel yang diduga melakukan kekerasan terhadap Nuru Saali, telah menyalahi prinsip nesesitas, proporsionalitas dan reasonable.
Menurut Mirayati, serangkaian kekerasan yang dialami oleh Nuru Saali merupakan dugaan tindak pidana pembunuhan atau penganiayaan yang menyebabkan kematian, sesuai dengan Pasal 338 Jo. Pasal 351 Ayat (3) dan Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
"Sehingga, perbuatan yang diduga dilakukan oleh anggota Brimob Polda sulsel dapat dijerat dengan pasal tersebut," tandasnya.
“Atas kejadian tersebut, kami mendesak Kapolda Sulsel untuk memerintahkan Direktorat Reskrimum, Propam Polda sulsel dan Kapolres Bantaeng untuk aktif dalam mengusut tuntas dugaan penganiayaan yang dialami oleh Nuru Saali. Mengingat, peristiwa ini telah menjadi atensi publik, sehingga kinerja
Polda Sulsel akan benar-benar diawasi oleh masyarakat umum”.