LBH Makassar Soroti Penangguhan Penahanan Kepala SMKN 1 Jeneponto
Sebelumnya Polres Jeneponto telah menetapkan Kepala SMKN 1 sebagai tersangka kasus asusila.

KABAR.NEWS, Jeneponto - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar menyoroti Kepolisian Resort Jeneponto yang memberikan penangguhan penahanan kepada Kepala Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 1 Jeneponto berinisial KR dalam kasus pencabulan terhadap muridnya.
Kepala Divisi Perempuan, Anak dan Disabilitas LBH Makassar, Reski Pratiwi mengaku keberatan atas penangguhan tersebut.
"LBH Makasar menyatakan keberatan atas penangguhan penahanan tersangka oleh penyidik Polres Jeneponto," ujarnya melalui keterangan tertulisnya kepada KABAR.NEWS, Selasa (27/4/2021).
Menurut dia, perkara tersebut telah masuk dalam tahap penyidikan di mana terlapor tertanggal 7 April 2021 telah ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pencabulan terhadap anak dibawa umur dengan pemberatan pidana.
Hal itu tertuang dalam pasal 82 ayat 1 dan 2 UU No 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang no 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atau undang-undang no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Kata dia, pada tanggal 8 April 2021 tersangka dikenakan ditahan Polres Jeneponto. Namun penyidik menangguhkan tersangka pada 13 April.
"Penangguhan oleh penyidik dinilai tidak pantas, tidak beralasan hukum serta telah mencerai keadilan korban dengan beberapa alasan," ungkap.
Berdasar 31 KUHP penyidik dapat memberikan penangguhan berdasarkan kewenangan diskresi sebagaimana juga diatur dalam UU no 2 tahun 2002 tentang kepolisian negara RI, namun kewenangan penyidik dalam mengambil tindakan harus melakukan penilaian atas tujuan penangguhan.
Seperti, menciptakan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Tujuan tindakan yang diambil memang dikaitkan dengan masalah yang dihadapi dengan pertimbangan yang objektif, tidak boleh mempunyai motif pribadi karena rasa simpati dan empati. Harus mempetimbangkan kemamfaatan dan keseimbangan kepentingan.
"Kami menilai tindakan penangguhan penahanan yang dilakukan penyidik tidak beralasan hukum," sebut Rezky Pratiwi.
Kasus kekerasan seksual yang dilakukan tersangka merupakan tindak pidana dengan pemberatan dimana selain mencedari rasa keadailan korban, juga merupakan kasus yang menjadi perhatian publik yang dapat memicu kekerasan dan kemarahan publik terutama keluarga korban.
Pasca penangguhan penahanan memurit informasi tersangka beraktivitas seperti biasa termasuk mendatangi kantornya atau tempat kejadian perkara sehingga terdapat potensi yang besar pelaku mengulangi tindak pidana dan menghilangkan barang bukti.
"Penangguhan tersebut sangat bertentangan dengan komitmen kepolisian RI yang saat ini menjadi isu perlindungan perempuan dan anak sebagai perhatian dan prioritas dalam upaya reformasi Polri," ucapnya.
Olehnya itu, LBH Makasar mendesak penyidik Polres Jeneponto untuk melakukan penahanan terhadap tersangka.
"Meminta pihak penyidik bersikap objektif dan profesional dalam menangani perkara serta mempertimbangkan dampak dari penangguhan penahanan tersebut terhadap korban," terangnya.
Terpisah, Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Jeneponto, Inspektur Dua Uji membenarkan jika pihaknya menangguhkan penahanan KR.
"Iya benar, itukan adalah hak tersangka," ujarnya saat ditemui KABAR.NEWS, diruang kerjanya, Selasa, (27/4/2021).
Ia berdalih, bahwa KR diyakini tak akan melarikan diri hingga menghilang barang bukti.
"Alasanya adalah kami berkeyakinan dia tidak melarikan diri, tidak menghilangkan barang bukti, dan menghilang," katanya.
Dia menyebutkan, tersangka ditangguhkan penahananya pada tanggal 15 April 2021.
"Namanya penangguhan penahanan, kami sudah lakukan koordinasi kelengkapan berkas- berkas dan materi dua kali ke Jaksa," pintanya.
"Kalau beraktivitas kembali bisa, kecuali keluar kota tidak boleh," ucapnya.
Penulis: Akbar Razak/A