LBH Makassar Desak Kapolda Sulsel Hukum Ormas Pembubar Demo Papua
Ormas ini memang dikenal kerap mengadang dan membubarkan demo mahasiswa Papua

KABAR.NEWS, Makassar - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar mendesak Kapolda Sulawesi Selatan (Sulsel) Irjen Pol Merdisyam memerintahkan jajarannya untuk memproses hukum organisasi kemasyarakatan (Ormas) yang membubarkan dan melakukan tindakan kekerasan terhadap massa aksi Forum Solidaritas Mahasiswa Papua.
Kepala Divisi Sipil dan Politik LBH Makassar, Andi Haerul Karim mengatakan, pembubaran dan kekerasan mahasiswa Papua tersebut melanggar hukum sesuai pasal 170 KUHP berupa penganiayaan, pasal 335 tentang pengancaman dan Pasal 18 ayat (2) UU Nomor 9 tahun 1998.
"Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang memenuhi ketentuan Undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun," ujar Haerul Karim dalam keterangan tertulis, Jumat (29/10/2021).
Unjuk rasa Forum Solidaritas Mahasiswa Papua pada Selasa (26/10/2021) di Makassar, dibubarkan dan mendapat kekerasan fisik dari anggota Ormas reaksioner tersebut.
Menurut LBH, korlap demo mahasiswa Papua mendapat pukulan, dicekik hingga bibir bagian atasnya terluka oleh ormas. Tak hanya itu, seorang perempuan peserta aksi turut menjadi bulan-bulanan Ormas hingga memicu perlawanan balik dari massa.
Wakapolsek Rappocini Makassar AKP Widodo mengalami luka-luka terkena lemparan batu saat hendak mengamankan jalannya demo tersebut.
Ormas tersebut memang sering berulah membubarkan aksi unjuk rasa mahasiswa Papua. Sebelumnya, mereka juga mengadang massa yang menolak Otsus Papua di depan kampus Universitas Muslim Indonesia (UMI) pada Juli 2020.
Berlanjut pada 15 Oktober 2020, "Aksi Kamisan Santuy" yang menyuarakan isu pelanggaran HAM juga direpresi oleh Ormas yang sama. Saat itu, beberapa peserta aksi ditendang dan dipukuli.
Menurut Haerul Karim, Kapolda Sulsel juga patut untuk mengevaluasi Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Witnu Urip Laksana karena dinilai tak mampu melindungi para peserta unjuk rasa.
"Sebagaimana diatur Undang Nomor 9 Tahun 1998 pada pasal 7 ditegaskan bahwa aparatur pemerintah – dalam hal ini aparat keamanan dan bertanggung jawab untuk melindungi hak asasi manusia, termasuk kebebasan menyampaikan pendapat dihadapan umum, mengahargai sebagai legalitas dan melaksanakan pengamanan," tegas Haerul.
Bukan hanya polisi, LBH juga meminta kepada Wali Kota Makassar Moh. Ramdhan Pomanto untuk melakukan evaluasi dan penindakan atas tindakan Ormas yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimakasud dalam Perpu Nomor 2 Tahun 2017.
"Pasal 60 (1) Ormas yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 51, dan Pasal 59ayat (1) dan ayat (2) diiatuhi sanksi administratif. (2) Ormas yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dan Pasal 59 ayat (3) dan ayat (4) dijatuhi sanksi administratif dan/atau sanksi pidana," tambahnya.
"Serta Pasal 82A yang memuat ketetntuan pidana terhadap anggota ORMAS yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 ayat pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan pidana penjara seumur hidup," pungkasnya.
Penulis: Akbar Razak/B