Lara Pekerja Perempuan di Sektor Pendidikan, Himpitan Masa Pandemi

Pekerja perempuan paling terbebani pandemi

Lara Pekerja Perempuan di Sektor Pendidikan, Himpitan Masa Pandemi
Ilustrasi derita perempuan. (Indianexpres)

KABAR.NEWS, Makassar - Sumber kehidupan pekerja di sektor formal maupun non formal, terpukul akibat pandemi Covid-19, yang berdampak pada pemotongan gaji hingga pemutusan hubungan kerja (PHK). 


Perempuan termasuk kelompok yang paling tinggi kehilangan pekerjaan karena pandemi. Ini tercermin dari banyaknya pekerja yang terkena imbas dimana banyak perempuan yang dipekerjakan di sana.


Misalnya, sektor kerja yang sifatnya in-person yang harus dilakukan face to face, terpaksa harus ditutup karena kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) maupun, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang dikeluarkan pemerintah sebagai upaya memutus rantai penularan Covid-19.


Pekerjaan di sektor jasa pendidikan contohnya, banyak perempuan terpaksa diberhentikan lantaran sistem pembelajaran yang berubah selama pandemi, yakni sistem belajar daring atau jarak jauh.


Ria Arwini salah satunya. Setelah satu tahun lebih mengajar di English Club Al-Fityan Gowa, Sulsel, ia terpaksa harus kembali ke kampung halamannya di Kabupaten Bulukumba sejak Covid-19 menyerang pada Maret 2020.


English Club Al-Fityan Makassar tempatnya mengajar harus dihentikan ketika Pemerintah Kabupaten Gowa kali pertama menerapkan PSBB, "English club diberhentikan ketika Covid-19 ini muncul," kata Ria, akhir Februari lalu.


Ria mengaku, beberapa kali mencoba peruntungan di sektor pekerjaan lain namun tak berhasil. 


"Saya pernah mencoba melamar pekerjaan lain namun rezeki selalu membawa saya untuk selalu mengajar," katanya. Kini Ria mengajar di SD Dunia Anak Islam(DAI) di Bulukumba setelah berbulan-bulan sempat menganggur karena kehilangan pekerjaan.


Nasib serupa juga dialami oleh Andani. Alumni Prodi Bahasa Inggris Universitas Muhammadiyah itu berhenti memberi kursus bahasa Inggris untuk mahasiswa di Kampus Politeknik Pelayaran (Poltekpel) Barombong Kota Makassar, setelah lima tahun ia lakoni.


Alasan yang sama proses belajar mengajar di kampus tersebut dihentikan sementara waktu, selama penyebaran Covid-19 dinyatakan menurun atau melandai.


"Tentu ini berpengaruh pada pendapatan dan pemenuhan kebutuhan untuk makan hari-hari, apalagi untuk kondisi sekarang mencari kerja juga susah," katanya.


Baik Ria maupun Andani, meski bisa mendapatkan pekerjaan lain setelah tak lagi mengajar, namun penghasilan yang ia peroleh tak lagi sama dari pekerjaan sebelumnya. Keduanya kehilangan penghasilan hampir 60 persen dari upah yang diterima sebelumnya.


"Tentu berkurang, kalau pekerjaan sekarang malah tidak memenuhi standar UMP," kata Andani yang kini jadi pekerja media.


Sektor yang Didominasi Perempuan Paling Terpukul


Secara global, pandemi Covid-19 telah menunjukkan dampaknya pada perekonomian, termasuk di Indonesia dan lebih khusus di Sulsel. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada awal pandemi Covid-19, Indonesia telah mengalami perlambatan ekonomi sebesar 1,01 persen.


Kondisi ini merupakan dampak langsung dari terhentinya kegiatan ekonomi dikarenakan adanya aturan social/physical distancing yang diberlakukan sebagai protokol kesehatan penanggulangan Covid- 19.


Perlambatan ekonomi tertinggi terjadi pada sektor jasa pendidikan (-10,39 persen) dan sektor administrasi pemerintahan (-8,54 persen). Padahal kedua sektor ini didominasi oleh perempuan.


Tercatat, pekerja perempuan pada sektor formal (pendidikan, red) mencapai hingga 7,95 persen, sedangkan pada jasa pemerintahan sebesar 2,84 persen (BPS, 2020e). Sebaliknya, pekerja laki-laki yang bekerja pada kedua sektor ini tidak sampai mencapai 4 persen (BPS, 2020e).


Sementara BPS Sulsel mencatat jumlah angkatan kerja pada akhir tahun 2020 sebanyak 4.276.437 orang, bertambah sebanyak 21.063 orang jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.


Kepala BPS Sulsel, Yos Rusdiansyah sebelumnya menyebutkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) mengalami penurunan sebesar 0,40 persen menjadi 63,40 persen. Dimana dalam setahun terakhir, pengangguran tercatat meningkat sebanyak 73.038 orang.


“Banyak faktor pengangguran meningkat, salah satunya karena wabah pandemi,” kata Yos.


Ketua Gabungan Serikat Buruh Nusantara (GSBN) Sulsel, Asni mengungkapkan perempuan pekera paruh waktu disebut paling dominan terdampak kebijakan PSBB pandemi.


Pekerjaan tersebut antara lain seperti Pembantu Rumah Tangga(PRT), tempat penitipan anak, guru les privat atau sektor jasa pendidikan.


"Mereka paling rentan kehilangan pekerjaan di sektor ini dibandingkan laki-laki karena memang didominasi oleh perempuan," kata Asni. Menurutnya, sektor pekerjaan itu banyak yang ditutup selama PSBB berlangsung oleh sebab pihak pemberi kerja mengalami penurunan omzet. "Alhasil pengurangan 
karyawan tidak terelakkan," jelasnya.


Beban Berlapis Timpa Perempuan


Mengutip pemaparan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dalam Webinar Perempuan Berdaya Indonesia Maju: Refleksi Awal Tahun 2021, Quo Vadis Perempuan Indonesia pada awal Januari lalu, ia mengungkapkan 623.407 pekerja perempuan di Indonesia terkena dampak pandemi corona.


Beberapa dari mereka mengalami pemotongan gaji, dirumahkan, terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pemulangan pemagangan akibat penyakit mematikan ini.


Ida menyebutkan, walau jumlah tersebut masih lebih rendah dari total pekerja laki-laki yang terdampak mencapai 1.552.521 orang. Namun, secara beban, masalah yang dipikul oleh kaum perempuan berlapis ketimbang laki-laki.


"Jumlah pekerja perempuan yang terdampak lebih rendah daripada pria, tapi beberapa studi menunjukkan perempuan dapat beban tambahan akibat pandemi," ungkap Ida.


Ada empat beban tambahan yang dirasakan perempuan di masa pandemi Covid-19 disebutkan Ida dalam wabiner tersebut. Pertama, penurunan pendapatan akibat pandemi. Kedua, peningkatan beban mengurus rumah tangga akibat bekerja dari rumah (work from home/WFH).


Ketiga, perempuan harus mengawal proses pembelajaran anak yang belajar dari rumah (school from home). Keempat, peningkatan kekerasan rumah tangga terhadap perempuan. Ida mendapatkan laporan bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat 25 persen - 33 persen di dunia akibat pandemi.


Penulis: Rahma Amin