Koleganya minta CSR, Rahman Pina: Saya Fokus Kontrak Vale Disetop
*Rahman Pina menyebut pekerja lokal hanya jadi "budak"

KABAR.NEWS, Makassar - Ketua Komisi D DPRD Sulawesi Selatan, Rahman Pina, kembali bersuara mengenai perusahaan tambang PT Vale Indonesia yang selama beberapa pekan terakhir menuai sorotan.
Rahman menegaskan komisi yang dipimpinnya tak akan berkompromi dengan PT Vale, sekalipun koleganya di komisi C telah menyampaikan sejumlah permintaan kepada perusahaan. Termasuk pengelolaan dana tanggung jawab sosial atau CSR.
"Itu urusan mereka, lembaga DPRD itu memang tempatnya bisa berbeda pendapat. Karena datangnya pun berbeda beda, berasal dari partai politik berbeda, daerah pemilihan berbeda, komisi pun berbeda. Tapi lembaga DPRD bukan peminta-minta," kata Rahman Pina dikutip dari unggahannya di Facebook, Rabu (6/4/2022).
Anggota DPRD Sulsel dari Fraksi Golkar ini menegaskan tidak ingin berpolemik dengan rekan-rekannya sesama legislator terkait Vale. Rahman Pina mengaku fokus agar kontrak kerja perusahaan asal Brasil itu tidak diperpanjang.
Termasuk mendesak PT Vale bertanggung jawab penuh atas pengelolaan lingkungan dan dampaknya, serta pentingnya pemberdayaan warga dan pengusaha lokal ke dalam perusahaan.
Menurut Rahman Pina, setiap orang punyak hak berbicara terkait Vale. Sebab hal itu menurutnya memang harus dibicarakan. Perbedaan pendapat ataupun sikap pro dan kontra dianggap lumrah
"Ada yang mendukung pengusaha asing, itu juga tak bisa dilarang. Tapi sikap saya tak akan berubah. Saya tetap mendesak Pemprov dan Pemda Lutim dengan kewenangan yang ada, meskipun kecil, agar kontrak PT Vale tak dilanjutkan," tegas dia.
Masyarakat Sulsel hanya Dapat Serbuk Vale
Bagi Rahman Pina, masyarakat Sulsel hanya menjadi pekerja kelas dua atau outsourching pada perusahaan tambang nikel terbesar di Indonesia itu. Menurutnya hal itu masalah serius.
Warga Sulsel, katanya, hanya mendapat serbuk-serbuk dari aktivitas tambang PT Vale selama 53 tahun terakhir di Luwu Timur (Lutim). Meski demikian, Rahman Pina tak menafikan PT Inco punya pengaruh untuk Lutim.
"Warga Lutim cuma dapat serbuk serbuknya. Cuma dapat dampak kerusakan lingkungan. Warga Lutim dan Sulsel menjadi pekerja kelas dua, jadi staf, outsourcing, cleaning service, security, sementara direksi, komisaris, semua dipasok dari luar. Ini masalah sangat serius dan berlangsung selama 53 tahun, nyaris satu generasi," kata Rahman Pina.
Bahkan Rahman Pina menganggap, masyarakat Sulsel hanya menjadi "budak" di atas tanah mereka sendiri khususnya masyarakat di wilayah Luwu Raya.
"Terlalu kasar kalau saya harus mengatakan, kita jadi budak di atas tanah kita sendiri. Atas dasar itulah, dari awal saya selalu bersikap keras pada perusahaan asing yang mendominasi tambang tambang kita. Saya bukan anti asing, tapi memang saatnya kita bisa benar benar berdaulat, termasuk berdaulat atas tambang - tambang kita sendiri," tegas eks Legislator Makassar ini.
Maka dari itu, berangkat dari kondisi tersebut, Rahman Pina kembali menegaskan tak akan berhenti menyuarakan agar kontrak karya PT Vale tidak diperpanjang. Termasuk menyampaikan aspirasi ini ke pemerintah pusat.