Koalisi Setara Makassar Jelaskan Poin Penting Mengapa Permen PPKS Patut Didukung

Koalisi ini menghimpun NGO dan mahasiswa Makassar

Koalisi Setara Makassar Jelaskan Poin Penting Mengapa Permen PPKS Patut Didukung
Ilustrasi. Poster desakan untuk menghentikan kekerasan seksual di lingkungan sekolah. (Getty Images via The Independent)






KABAR.NEWS, Makassar -  Koalisi Kampus Cegah dan Tindak Kekerasan Seksual atau Setara Kota Makassar, Sulawesi Selatan, mendukung penuh Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Permen PPKS).


Koalisi Setara yang menghimpun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan sejumlah organisasi mahasiswa di Makassar, menilai, Permen PPKS sebagai langkah nyata untuk memutus rantai kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus.


Kepala Divisi Hak Perempuan, Anak dan Disabilitas Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Rezky Pratiwi mengatakan, sebelum Permen PPKS ini ada, mereka menemukan berbagai bentuk kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus, terutama pelecehan seksual yang masif. (Baca juga: LBH Makassar bakal Perkarakan Penyebar Data Anak Korban Kekerasan Seksual di Lutim)


Namun seringkali, kasus-kasus yang ada dibiarkan begitu saja, atau berakhir tanpa penanganan yang jelas. Bahkan, intimidasi hingga ancaman drop out justru dialami korban dan pembela yang berani bersuara. 


"Tidak jarang pula, kasus berakhir dengan ‘didamaikan’, dan pelaku dibiarkan bebas, sementara korban harus menanggung akibat dari kekerasan seksual tersebut seorang diri," kata Rezky Pratiwi dalam keterangan tertulis koalisi, Minggu (13/11/2021).

Konferensi Pers Koalisi Setara Makassar mendukung Permendikbudristek tentang PPKS. (LBH Makassar)


Meski menuai pro dan kontra, koalisi menilai, Permen PPKS ini akan sangat mendukung gerakan mahasiswa melawan kekerasan seksual di lingkungan kampus. 


Koalisi juga mendukung beleid ini karena menyediakan pedoman kepada kampus untuk membudayakan praktik pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang berpihak korban.


Permendikbud Ristek PPKS Berpihak kepada Korban

Koalisi dalam siaran persnya menyebut ada 10 pedoman Permen PPKS yang berpihak kepada korban. Satu di antaranya adalah konsep relasi kuasa dan gender dalam mendefinisikan kekerasan seksual. Hal itu sesuai Bab I Ketentuan Umum aturan tersebut. 


"Hal ini membantu perguruan tinggi untuk secara tegas melihat definisi dan bentuk-bentuk kekerasan seksual yang seringkali tidak diakui terjadi di kampus," ungkap Rezky.


Senada dengan Rezky, Eva Nurcahyani dari Organisasi Perempuan Mahardhika menyebut, dalam banyak kasus pelaporan kekerasan seksual, acapkali korban kembali menjadi korban, karena disudutkan dengan pertanyaan terkait dengan penampilan, ekspresi, hubungan dengan pelaku dan lainnya. (Baca juga: Komnas Perempuan Desak Perbaikan Sistem Pembuktian Kasus Cabul di Lutim)


Menurut dia, Permen PPKS ini mengatur mekanisme pencegahan yang komprehensif dan melibatkan setiap unsur civitas akademika melalui penguatan tata kelola seperti pembentukan satuan tugas, penyusunan pedoman pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, penyediaan layanan pelaporan kasus, sosialisasi, pemasangan tanda informasi serta jaminan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas (BAB II Pencegahan). 


"Dengan demikian tidak perlu lagi ada kekhawatiran bahwa aturan ini hanya mengakomodasi kelompok tertentu dan meninggalkan kelompok rentan lainnya," kata Eva.


Menjamin Pemulihan Korban


Eva berpendapat Permendikbud PPKS ini menjamin pemulihan korban dengan intervensi dilakukan sesuai keperluaan dan disetujui oleh korban. 


Orientasi dari aturan ini bukan hanya penghukuman terhadap pelaku, namun juga memperhatikan pemulihan yang korban perlukan baik akibat dari kekerasan seksual yang dialaminya atau pun yang diakibatkan dari proses investigasi. (Baca juga: Kepsek Terdakwa Pencabulan Anak di Jeneponto Divonis 5 Tahun Penjara)


"Sebagai bagian dari pelindungan korban dan pembela, Permen PPKS ini menjamin keberlanjutan hak serta perlindungan dari ancaman fisik, non-fisik hingga kriminalisasi, bagi korban dan saksi yang melaporkan peristiwa kekerasan seksual," jelas Eva.

Penanganan Kasus Libatkan Mahasiswa


Poin lainnya dari Permen PPKS ini menurut Eva yaitu, menjamin ruang partisipasi warga kampus untuk mendukung korban melalui pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual. Hal itu sesuai Bab IV Permendikbud PPKS tentang Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual. 


Dia menandaskan, partisipasi dari setiap unsur civitas akademika yang berpihak pada korban seperti mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan lainnya adalah kunci dalam implementasi Permen PPKS ini. 

Ilustrasi stop kekerasan seksual. (Pexels/Anete Lusin)


Apalagi beleid ini menetapkan syarat-syarat yang ketat partisipasi dalam Satgas, seperti pernah mendampingi korban kekerasan seksual serta proporsi anggota yang melibatkan partisipasi mahasiswa sebesar 50 persen dan membuat satgas yang dibentuk mampu untuk menjangkau dan mengamati situasi terkini di kampus. 


"Hal ini sekaligus memberikan rasa aman dan nyaman pada korban mahasiswa, karena yang menerima laporan kasusnya adalah teman sebaya mereka," tandas Eva.


Selain Perempuan Mahardhika dan LBH Makassar, Koalisi Setara juga menghimpun berbagai organisasi mahasiswa antara lain Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Makassar (UNM), Komite Anti Kekerasan Seksual Universitas Hasanuddin (Unhas), LPPM Universitas Muslim Indonesia (UMI). 


Kemudian, BEM FISIP Universitas Bosowa, Seruan Perempuan, KOPRI Gowa Raya, BEM KEMA Fakultas Pertanian Unhas, Himpunan Mahasiswa Hubungan Internasional (HIMAHI) Unhas, Himpunan Mahasiswa Hubungan Internasional (HIMAHI) Universitas Bosowa dan Balla Makkunrai UNM.


Selain itu ada LKIN BUMN, Srikandi Makassar, Forum Studi Isu-isu Strategis (FOSIS), Kala Teater Makassar, Himpunan Mahasiswa Hukum UIN Alauddin, BEM Fakultas Kesehatan Makassar Unhas, KM MIPA Unha dan BEM Fakultas Kehutanan Unhas.