Kemenkes Salahkan Daerah Soal Lonjakan Kasus Covid-19
Dinilai tidak mengkhawatirkan

KABAR.NEWS, Jakarta - Kasus positif Virus Corona atau Covid-19 di Indonesia kembali mencetak rekor terbanyak pada Jumat (13/11/2020) sebesar 5.444 kasus, sehingga secara akumulatif sebanyak 457.735 orang sejak kasus pertama ditemukan pada Maret lalu.
Ini pertama kalinya kasus positif Covid-19 di Tanah Air menyentuh angka 5.000 kasus, rekor sebelumnya adalah 4.085 kasus pada 8 Oktober lalu.
Lonjakan kasus positif Covid-19 dianggap karena kesalahan pemerintah di tingkat daerah, yang menumpuk data harian kasus harian. Hal itu dipertegas Pelaksana Tugas Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes, Budi Hidayat.
"Kasusnya tinggi itu karena ada sebagian daerah yang meng-input data kasus positifnya itu ditumpuk, harusnya di-input dalam satu hari, dilaporkan, tapi ada beberapa daerah yang menginputnya itu akumulasi," kata Budi seperti dikutip CNNIndonesia.com, Sabtu (14/11/2020).
Menurut Budi, idealnya setiap daerah melaporkan data langsung dalam satu hari, namun ada keterlambatan di beberapa daerah sehingga melaporkan data akumulasi.
Ia menyebut, keterlambatan ini bisa terjadi akibat jaringan koneksi internet yang buruk, atau kesibukan petugas medis di daerah. "Mungkin sibuk, atau jaringan internet [lambat] juga bisa, kita kan tahu sudah 9 bulan menghadapi Covid-19 pasti sudah lelah juga kan," ucapnya.
Keterlambatan pelaporan data covid-19 juga sedikitnya dipengaruhi oleh momen libur panjang dan cuti bersama pada 28 Oktober-1 November lalu.
"Memang waktu itu libur sekitar lima hari dan baru muncul [lonjakan kasus] di minggu kedua November ini, mungkin pelaporannya itu agak terlambat sehingga jadi numpuk," tuturnya.
Lonjakan Tidak Mengkhawatirkan
Namun, Budi menilai kenaikan kasus covid-19 tidak signifikan dan tidak mengkhawatirkan karena jumlah hunian pasien di RS tidak tinggi. Berdasarkan penjelasan Budi, tingkat hunian RS secara nasional berada di bawah 50 persen.
"Memang [kasus] naik tapi tidak signifikan, ini naiknya karena ada input yang terakumulasi. Kalau dari situasinya sih tidak terlalu menghawatirkan karena jumlah hunian RS tidak tinggi, secara nasional 40 persen, paling tinggi 50-60 persen tapi sudah di bawah 50 persen," jelasnya.