Indosurya dan Kejahatan Keuangan Terbesar di Indonesia

Opini oleh Amir Uskara

Indosurya dan Kejahatan Keuangan Terbesar di Indonesia
amir uskara






Dunia keuangan Indonesia tersengat. Betapa tidak! Hanya sebuah koperasi simpan pinjam (KSP), mampu menilep uang “nasabah” sebesar Rp 106 Triliun. Jumlah uang tersebut jauh lebih besar dari kerugian uang negara di Asuransi Jiwasraya (Rp 37 T) dan Asabri (22,78 T) yang menghebohkan itu. 

Kita menyaksikan di media massa dan elektronik, nasabah di kedua asuransi plat merah tersebut “menangis darah” akibat uangnya hilang “dirampok” para pengelolanya. Kini,  pimpinan kedua asuransi tadi sudah berada di hotel prodeo. 
Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya Persero, Hendrisman Rahim, tahun 2020,  divonis penjara seumur hidup. Sedangkan Direktur Utama PT Asabri, Mayjen (Purn) Adam Damiri, tahun 2022,  divonis 20 tahun penjara. Mereka juga diharuskan mengganti uang negara yang diselewengkan. 
Bagaimana dengan KSP Indosurya yang menilep uang nasabahnya sebesar  Rp 106 T?  Direktur KSP Indosurya, Henry Surya,  Rabu (24/01/023), divonis bebas oleh PN Jakarta Barat. Hakim PN Jakbar menyatakan kasus Indosurya masuk ranah perdata. Kasus Indosurya juga, kata hakim, tidak terbukti  masuk dalam tindak pidana penipuan dan penggelapan. Kita menahan napas mendengar  putusan PN Jakbar itu.
Palu PN Jakbar tersebut sangat mengagetkan. Tidak hanya 23.000 nasabah Indosurya yang kaget, tapi juga Kejaksaan, pemerintah, dan DPR.

Kejaksaan Agung (Kejagung), misalnya,  mengajukan banding atas putusan bebas yang dikeluarkan majelis hakim PN Jakbar kepada pimpinan KSP Indosurya. Kejagung  menyebut, secara total, terdapat sekitar 23.000 orang yang menjadi korban  penipuan dan penggelapan KSP Indosurya, dengan seluruh kerugian mencapai Rp106 triliun. Mengutip Laporan Hasil Analisis (LHA) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kejagung menyatakan kerugian keuangan  yang disebabkan Indosurya menjadi yang terbesar sepanjang sejarah di Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md menyatakan kecewa terhadap vonis bebas terdakwa pimpinan Indosurya. Mahfud mendorong Kejagung untuk melakukan perlawanan (banding/ kasasi) terhadap keputusan hakim tersebut.

Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, juga menegaskan, kasus Indosurya menjadi preseden buruk bagi koperasi simpan pinjam.  Putusan pengadilan telah mengabaikan rasa keadilan bagi ribuan anggota KSP. DPR pun mempertanyakan putusan PN Jakbar atas kasus Indosurya. Salah seorang anggota Komisi III DPR menyatakan, putusan hakim PN Jakbar merusak logika hukum.    

“Maling ayam saja dihukum, masa orang yang merampas dan merugikan triliun rupiah bebas, tidak dapat dijerat oleh hukum. Bahkan, bukan hanya pelaku utama, sampai  anak buahnya tidak ada satupun yang dijerat,” kata wakil aliansi korban KSP Indosurya, Ricky Firmansyah Djong saat dihubungi BBC News Indonesia, Kamis (26/01/023). “Banyak anak-anak korban yang sulit meneruskan pendidikan. Banyak yang sulit menyambung hidup hari demi hari. Bahkan, ada yang sudah sakit-sakitan memohon dikembalikan sebagian uangnya untuk biaya pengobatan. Sampai pada akhirnya banyak yang meninggal dunia karena terhambat pengobatannya,” lanjut Ricky.

Literasi Keuangan

Kenapa kasus Indosurya terjadi?  Bukankah kasus semacam itu sering muncul di tengah masyarakat? Salah satu jawabannya:  masyarakat Indonesia belum melek  literasi keuangan. Misalnya, bagaimana seharusnya berinvestasi, masuk bursa saham, dan menaruh uang di KSP. Semua itu perlu melek literasi keuangan. Lembaga-lembaga keuangan, baik milik negara maupun swasta, seharusnya transparan dan mengedukasi investor serta  nasabahnya, agar paham terhadap seluk beluk pengelolaan keuangan. Sehingga masyarakat tidak mudah tertipu janji-janji manis para “penipu” semacam KSP Indosurya. 

Kita  masih ingat, sebelum kasus Indosurya, masyarakat juga tertipu dengan investasi ilegal yang mengatasnamakan trading kripto dan valas menggunakan opsi biner (binary option). Pelaku penipuannya, Indra Kenz dan Doni Salmanan telah dipenjara. Di samping kasus binary option “Binomo dan Quotex” Kenz dan Doni, masih ada penipuan yang semacam seperti  MarkAi, Sunton Capital, Terra Oil, dan lain-lain yang merugikan nasabah trilyunan rupiah. Yang terakhir ini pelakunya berhasil  kabur ke luar negeri sebelum polisi mengendusnya. 

Investasi ilegal sejak tahun 2018 sampai 2022, menurut  Satgas Waspada Investasi (SWI), telah menimbulkan kerugian total lebih dari Rp123 T. Peneliti dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Etika Karyani mengatakan, masyarakat kerap menjadi korban investasi bodong karena tergiur dengan “keuntungan yang cepat dan besar”. 

“Motifnya ingin cepat mendapatkan keuntungan yang besar dan instan, tanpa melihat atau menelusuri adanya penipuan atau jebakan dalam investasi tersebut. Dengan kata lain, sifat greedy (serakah) dan juga malas dalam mengkonfirmasi terkait legalitas dari lembaga penyelenggaranya,” kata Etika.  “Ingat prinsip high risk high return. Seperti pada kasus KSP Indosurya yang menawarkan imbal hasil melebihi 20 persen setahun. Imbal hasil ini sangat tidak masuk akal. Kasus gagal bayar KSP Indosurya juga menghancurkan citra koperasi di Indonesia,” ujarnya. Semua itu terjadi, ujar Direktur Eksekutif Segara Institute, Piter Abdullah, akibat rendahnya literasi keuangan di masyarakat. 

“Kalau masyarakat tidak peduli, tidak belajar, dan tidak mau meninggalkan sikap serakah akan susah, akan terus ada kasus investasi bodong,” kata Piter. 

Lebih jauh, menurut Piter, ada tiga ciri investasi bodong. Pertama, adalah menjanjikan keuntungan yang tidak masuk akal. “Keuntungan 30-50%, bahkan berlipat-lipat, dalam waktu singkat. Itu sudah pasti bodong, dan dicurigai,” kata Piter. 

Kedua,  tidak adanya kejelasan informasi mengenai bisnis investasi perusahaan tersebut. “Kalau investasi itu harus jelas, menanam padi, buka tambak lele, itu kan jelas. Kalau bisnis tidak jelas bisnis apa, investasi apa, produk apa, sektor apa, pasar dimana, itu perlu dicurigai.”

Ketiga, “Harus dicurigai jika tidak jelas siapa pengelolanya, perusahaan siapa, izin bagaimana, di balik perusahan tokoh siapa. Kalau tidak jelas perlu dicurigai, harus dipastikan. Tiga hal ini saja sudah cukup untuk kita dari awal mengantisipasi untuk berhati-hati,” kata Piter. 

Akhirnya, kasus KSP Indosurya mempertontonkan betapa “kondusif”nya Indonesia sebagai tempat subur kejahatan keuangan. Lemahnya kesadaran masyarakat, minimnya literasi keuangan, centang-perenangnya regulasi, longgarnya pengawasan, dan lemahnya penegakan hukum – membuat para petualang kriminal keuangan leluasa melakukan penipuan dan kejahatan keuangan di Indonesia.  

Bagaimana solusinya? Harus ada upaya menyeluruh dan terintegrasi dari hulu sampai hilir untuk menyelamatkan ekosistem keuangan nasional. Meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pengelolaan keuangan,  mengedukasi dan meningkakan literasi keuangan kepada publik, serta penindakan tegas dan konsisten secara hukum tanpa pandang bulu terhadap kejahatan keuangan – harus menjadi prioritas kinerja semua stake holder ekosistem keuangan nasional. Tanpa itu, penipuan dan kejahatan keuangan akan terus menjadi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional.

Penulis: Ketua Fraksi PPP /Ekonom  DR. H. M. Amir Uskara, M. Kes