Empat Media Tergugat di Makassar Hadiri Sidang Penyerahan Bukti Surat

- Termasuk dokumen dari Dewan Pers

Empat Media Tergugat di Makassar Hadiri Sidang Penyerahan Bukti Surat
Sidang kasus empat media yang didugat di Pengadilan Negeri Makassar. (IST/HO)






KABAR.NEWS, Makassar - Empat dari enam media massa yang digugat di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), yakni Antara News, Makassar Today, Kabar Makassar, dan RRI menghadiri sidang di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Kamis (2/6/2022).


Dalam sidang tersebut, penggugat diminta menyerahkan bukti surat berupa dokumen sebagai penguatan materi gugatan dan tergugat juga menyerahkan bukti surat guna memperkuat jawaban atas gugatan hingga duplik atau jawaban balik atas replik penggugat. 


M Akbar Amir selaku penggugat dalam sidang ini membawa sejumlah dokumen yang digunakan sebagai dasar klaim dirinya sebagai Raja Tallo, termasuk SK Pengukuhan Lembaga Adat Kerajaan Tallo yang dikeluarkan oleh mantan Wali Kota Makasaar, Ilhan Arief Sirajuddin.


Dokumen lain dari pihak penggugat antara lain, surat print out berita yang ditayangkan pihak tergugat, Surat Rekomendasi Kawasan Cagar Budaya Istana Raja Tallo dalam melakukan kegiatan proyek budaya, serta bukti Kesepakatan Rodman Pictures (pembuatan film) mengenai Kebudayaan Sejarah dengan pihak Pertubuhan Kebudayaan Malaysia dengan nilai Rp20 miliar.


Sedangkan bukti surat dari empat media tergugat, yakni Akta Pendirian Perusahaan, Struktur Organisasi, Pengajuan Verifikasi Dewan Pers, Bukti Foto Kegiatan Konferensi Pers, Peraturan Dewan Pers tentang Pedoman Pemberitaan Media Siber dan Pedoman Hak Jawab.


Dari empat media tergugat yang hadir, dua di antaranya masih terkendala kelengkapan bukti surat, karena dalam penguasaan kantor pusat.


Dengan begitu, Hakim memutuskan menunda sidang memberikan waktu sepakan untuk melengkapi bukti surat kedua media tergugat.


Sebelumnya, Kuasa Hukum Media tergugat, yang tergabung dalam Tim Pembela Kebebasan Pers Sulawesi Selatan, Muhammad Fakhruddin mengatakan dalam materi gugatannya, penggugat menyebut enam media tersebut telah melakukan perbuatan melawan hukum.


Dia menyebut, pemberitaan merugikan atau mencemarkan nama baik penggugat, sehingga meminta PN Makassar untuk menghukum enam media tersebut dengan membayar ganti rugi senilai Rp100 triliun. 


Penggugat mengaku kehilangan sejumlah investasi dengan nilai triliunan rupiah, salah satunya pembangunan Pulau Lakkang berdasarkan Heads Of Agreement 'Royal Talloo Rivertfront City Resort".


Resort tersebut mengusung tema The Regency Of Sulawesi tanggal 24 Juni 2014 (jauh sebelum ada Konferensi Pers dari  keturunan Raja Tallo) dengan nilai Rp100 triliun dengan taksiran kerugian dari keuntungan yang tidak diterima sebesar 50 persen dari nilai investasi menjadi Rp50 triliun.


"Perbuatan melawan hukum seperti apa? Itu karya jurnalistik. Berita itu bersifat korektif membangun, dimana ada sekelompok orang yang mengklaim sebagai turunan Raja Tallo yang mempertanyakan status Raja Tallo pada seseorang bernama M Akbar Amir. Jika merasa beritanya belum tepat silahkan gunakan Hak Jawab atau Hak Koreksi karena Undang-Undang Pers memberi ruang koreksi balik atas pemberitaan," ujarnya kepada wartawan di PN Makassar, usai persidangan.


Fakhruddin mengatakan, berita tersebut diperoleh wartawan enam media dari hasil konferensi pers yang digelar Pembela Kesatuan Tanah Air Indonesia Bersatu (PEKAT) di Hotel Grand Celino Makassar, pada 18 Maret 2016.


Pada saat itu, yang bertindak sebagai narasumber yakni dua orang keturunan langsung dari Raja Tallo, H Andi Rauf Maro Daeng Marewa dan Hatta Hasa Karaeng Gajang.    


Upaya konfirmasi juga telah dilakukan pihak media saat itu, tetapi tidak mendapat respons dari penggugat. Namun, berselang lima tahun lebih, muncullah surat gugatan perdata M. Akbar Amir yang didaftarkan ke PN Makassar. 


Seperti diketahui, Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers telah secara jelas menegaskan Hak Jawab, Hak Koreksi, dan Kewajiban Koreksi. 


Pasal 1 ayat 11 Undang-Undang Pers menyatakan Hak Jawab adalah  hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.


"Undang Undang Pers pun mewajibkan Pers melayani Hak Jawab dan Hak Koreksi, yang justru tidak dimanfaatkan oleh pihak Penggugat," ujarnya.


Dikutip dari materi gugatan,objek gugatan yang didalilkan sebagai perbuatan melawan hukum adalah keterangan dari Karaeng Rewa selaku sumber berita. (Rilis)