Divonis Bebas, Terdakwa Kasus Jembatan Bosalia Jeneponto sebut Pendemo Tak Tahu Hukum
Mereka juga menilai polisi terkesan tergesa-gesa menetapkannya sebagai tersangka

KABAR.NEWS, Jeneponto - Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Arnas Aidil angkat bicara setelah divonis tidak bersalah atau bebas dalam kasus dugaan korupsi proyek Jembatan Bosalia.
Arnas mengkritisi Gerakan Aktivis Mahasiswa (GAM) yang demo di Kejaksaan Negeri Jeneponto karena keberatan ia bersama keempat terdakwa lain divonis bebas.
Dia berpendapat, apa yang dilakukan Nurul Imam dan kawan-kawan sah-sah saja, namun harus didukung oleh fakta-fakta yang terjadi pada persidangan di Pengadilan Tipikor Makassar.
"Saudara Nurul Imam ini, dia tidak pernah membaca surat dakwaan, terus tidak mengetahui fakta yang terungkap dipersidangan maupun keterangan saksi atau ahli," ujarnya kepada KABAR.NEWS di Jeneponto, Jumat (13/8/2021).
Oleh karena itu, ia mengaku keberatan atas pertanyaan Nurul Imam selaku Jenderal Lapangan pada demo GAM tersebut. Menurutnya, ada beberapa poin yang dilontarkan oleh pendemo dinilai sangat keliru.
"Terus dalam beberapa peryataannya adinda Nurul Imam ini dia selalu berpendapat terdakwa itu harus dihukum kalau disidang. Itukan suatu kesalahan dan kurang pengetahuannya," katanya.
Dia mengkritik balik para pendemo karena dinilai tak pernah membaca aturan hukum. Arnas menilai Imam dan rekan-rekannya hanya memiliki keberanian dalam menyampaikan saja. Tanpa memiliki dasar atau bukti-bukti.
"Apalagi ini mungkin tidak pernah membaca aturan hukum kalau hanya memiliki keberanian untuk berpendapat. Yang benar adalah, terdakwa dipersidangan tidak harus di hukum. Akan tetapi bagaimana hukum itu ditegakkan walaupun langit akan runtuh," ungkapnya.
Arnas berpendapat jika terdakwa yang telah divonis bebas oleh majelis hakim, maka orang tersebut dinyatakan tidak terbukti bersalah.
"Dan saya sebagai terdakwa tidak terbukti bersalah haruslah dibebaskan atau di vonis bebas. Dan itu tidak haram," katanya.
"Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwaaan kepada saya terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana. Maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan. Agar dimengerti dan dipahami. Jangan hanya berpendapat copot hakimnya," tambahnya.
Soal proyek Jembatan Bosalia, Arnas menjelaskan bahwa pekerjaan tersebut sebenarnya dikerjakan dua tahap. Dimana tahap pertama itu pada tahun 2016. Tahap kedua pada 2017.
"Kemudian mengenai kenapa jembatan itu tidak sesuai, itu kan sebenarnya dikerja dua tahap. Tahap pertama itu kan di 2016, hanya pekerjaan jalan masuknya dengan pondasinya," ucapnya.
Sedangkan di tahun 2017, pihaknya menganggarkan pekerjaan itu senilai Rp8 miliar. Hanya saja, prosesnya gagal lelang. Sebab, tak ada rekanan yang mau mendaftar.
"Lalu uangnya yang 8 miliar itu kembali lagi ke Kementerian Keuangan sumbernya dari DAK (Dana Alokasi Khusus) juga. Gagal lelang. Nah, inilah persepsinya teman-teman di luar selalu jembatan itu tidak selesai dan dikerja dua tahap. Itu yang saya mau luruskan," tegasnya.
Dia menambahkan bahwa Nurul Imam seolah-olah membuat opini tersendiri yang sifatnya mempojokkan kelima terdakwa tersebut. "Dia membuat opini seolah-olah jembatan ini tidak dikerja. Padahal anggaranya itu memang baru untuk pondasi. Jadi seperti itu," papar Arnas.
Bukan hanya itu, penyidik Polres Jeneponto yang menangani kasus tersebut juga dinilai terkesan tergesa-gesa dalam menetapkan 5 tersangka, termasuk dirinya.
"Iya berdasarkan berkas yang saya terima, ini pun diberikan di persidangan lebih duluan ditetapkan tersangka tanggal 19 Agustus. Kemudian hasil audit BPKP itu nanti dua bulan, kalau tidak salah 22 atau 30 September," pintanya.
"Kemudian keterangan saksi ahli sekitar bulan itu juga September. Jadi artinya kami dituduh mencuri belum tahu apa dicuri. Inikan penyidiknya," pungkasnya.
Diketahui, setelah Arnas Aidil dan keempat terdakwa divonis bebas oleh Pengadilan Tipikor Makassar dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Jeneponto telah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Penulis: Akbar Razak/A