Bocah di Singapura Hendak Teror Masjid Terinspirasi Tragedi Christchurch
- Sudah siapkan live streaming

KABAR.NEWS, Singapur - Otoritas keamanan Singapura telah mengamankan seorang anak berusia 16 tahun karena berniat menyerang dua masjid. Rencana tersebut terinspirasi oleh pembunuhan jemaah masjid di Christchurch, Selandia Baru pada Maret 2019.
Mengutip laporan Reuters, Kamis (27/1/2021), bocah itu telah membeli rompi taktis dari toko online dan juga bermaksud membeli parang untuk dipakai menyerang dua masjid di Singapura.
Nama bocah itu tidak disebutkan. Dia ditangkap Departemen Keamanan Dalam Negeri (ISD) Singapura pada Desember 2020 dan kasus ini baru dirilis ISD Rabu kemarin. (Lihat juga: Menlu Baru AS akui Cina sebagai Mitra Paling Penting)
Dalam sebuah pernyataan ISD menyebut, bocah pemeluk Kristen etnis India itu telah mengintai masjid-masjid di dekat rumahnya untuk diserang. Jika aksi itu berjalan, anak tersebut merencanakan siaran langsung seperti yang dilakukan Brento Tarrant saat menyerang Masjid di Christchurch.
"Dia hanya bisa meramalkan dua hasil dari rencananya: bahwa dia ditangkap sebelum dia mampu melakukan serangan, atau dia melaksanakan rencananya dan kemudian dibunuh oleh Polisi," kata ISD.
Tak hanya itu, bocah 16 tahun tersebut berencana melakukan penyerangan terhadap masjid di Singapura pada hari peringatan pembunuhan Christchurch.
Terlepas dari kasus ini, menurut Reuters, bocah itu adalah orang termuda yang ditahan berdasarkan Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri era kolonial Singapura, yang memungkinkan pihak berwenang untuk menahan siapa pun yang dianggap sebagai ancaman keamanan hingga dua tahun.
Dia juga orang pertama di Singapura dengan kejahatan rendah yang ditahan karena ideologi ekstremis sayap kanan, sementara ada sejumlah kasus yang melibatkan ekstremisme Islam termasuk seorang anak berusia 17 tahun yang ditangkap karena mendukung ISIS tahun lalu. (Lihat juga: Jilbab Jadi Seragam Resmi Polisi di Selandia Baru)
Belum jelas berapa lama remaja berusia 16 tahun itu akan ditahan. Menteri Dalam Negeri K. Shanmugam mengatakan pada hari Rabu bahwa dia akan diberikan konseling psikologis dan akan dapat melanjutkan pendidikannya selama dalam penahanan tetapi tidak akan menghadapi tuntutan pidana.
“Akan dikatakan di pengadilan, bahwa dia hanya memikirkannya. Dia telah merencanakannya, tetapi dia belum benar-benar mengambil tindakan. Jadi, di banyak negara, tanpa undang-undang yang mirip dengan Internal Security Act, Anda tidak dapat bergerak lebih awal sampai ada tindakan persiapan lebih lanjut, ”kata Shanmugam kepada penyiar lokal ChannelNewsAsia.