Aktivis Kritik Penghapusan Limbah Batu Bara dari Daftar Berbahaya
Semakin merusak lingkungan

KABAR.NEW, Makassar - Koalisi Bersihkan Indonesia mengkritik kebijakan Presiden Joko Widodo menghapus limbah batu bara hasil pembakaran yaitu Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) dari kategori Limbah Bahan Berbahaya Beracun (LB3).
Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah yang tergabung dalam koalisi mengatakan, keputusan yang berpihak pada industri energi kotor batu bara ini adalah kabar buruk bagi lingkungan hidup, kesehatan masyarakat dan masa depan transisi energi bersih terbarukan nasional.
Penghapusan FABA dari limbah berbahaya, tertuang dalam peraturan turunan Undang-Undang Cipta Kerja yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
"Jadi perlindungan warga dari limbah FABA itu omong kosong. Apalagi sekarang ketika FABA bukan lagi beracun dan berbahaya. Dari kasus itu, kebijakan ini akan membuat pebisnis batu bara semakin ugal-ugalan membuang limbah dan terbebas dari hukum,” kata Merah dikutip dari situs Jatam, Sabtu (13/3/2021).
Menurut Merah, sudah banyak bukti bahwa FABA merusak lingkungan dan menggerogoti kesehatan masyarakat. Bahkan saat masih berstatus limbah berbahaya, banyak perusahaan batu bara abai menanggulangi risiko.
Mengutip laporan Analisis Timbulan & Kebijakan Pengelolaan Limbah B3 di Indonesia yang dikeluarkan oleh BAPPENAS, disebutkan bahwa FABA termasuk dalam jenis limbah B3 terbanyak dihasilkan pada tahun 2019. Bahkan, Bottom Ash masuk dalam kategori limbah dengan tingkat bahaya tertinggi dengan skor 13 (dari skala 14), sedangkan Fly Ash memiliki skor 11 (dari skala 14).
Fajri Fadhillah dari Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) menjelaskan, dihapusnya FABA dari daftar limbah B3 adalah keputusan bermasalah dan berbahaya. Batu bara mengandung berbagai jenis unsur racun termasuk logam berat dan radioaktif.
"Ketika batu bara dibakar di pembangkit listrik, maka unsur beracun ini terkonsentrasi pada hasil pembakarannya yakni abu terbang dan abu padat," katanya.
Ketika FABA berinteraksi dengan air, unsur beracun ini dapat terlindikan secara perlahan, termasuk arsenik, boron, kadmium, hexavalent kromium, timbal, merkuri, radium, selenium, dan thallium ke badan lingkungan.
“Unsur-unsur ini sifatnya karsinogenik, neurotoksik dan beracun bagi manusia, ikan, biota air, dan satwa liar," jelas Fajri.
Menurut Bersihkan Indonesia, penghapusan batu bara dari limbah berbahaya tidak terlepas dari desakan simultan sejak pertengahan tahun 2020 oleh Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO).
Meski demikian, Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rosa Vivien Ratnawati membantah tidak semua FABA dihapus dari limbah berbahaya.
"Limbah B3 fly ash dan bottom ash masih menjadi limbah B3," kata Rosa dikutip dari Suara.com. Namun, katanya, ada jenis FABA yang dikeluarkan dari kategori B3 menjadi limbah non-B3, yaitu abu yang dihasilkan dari sistem pembakaran dengan sistem pulverized coal (PC) boiler.