Akademisi kritik Memo Jaksa Agung Tunda Kasus Peserta Pemilu
* Memo Jaksa Agung dinilai diskriminatif dan mengerdilkan Korps Adhyaksa

KABAR.NEWS, Makassar - Pengamat sekaligus Dosen Komunikasi Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar Ibnu Hajar Yusuf, mengkritisi memorandum Jaksa Agung yang menunda laporan dugaan tindak pidana korupsi peserta Pemilu 2024.
Ibnu Hajar menilai memorandum yang diteken Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, tidak berdasar secara hukum meski diklaim untuk menjaga stabilitas di tahun politik.
"Memorandum kejaksaan ini tidak memiliki dasar hukum dan cenderung mendiskriminasi. Pemilu tidak boleh dijadikan alasan menunda perkara seseorang, baik itu calon legislatif atau siapapun," ujar Ibnu Hajar kepada KABAR.NEWS di Makassar, Kamis (24/8/2023).
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana menjelaskan memo Jaksa Agung diklaim bertujuan menjaga independensi dan netralitas Korps Adhyaksa.
"Jangan sampai kita dijadikan alat untuk kepentingan politik tertentu," kata Ketut Sumedana.
Ibnu Hajar melanjutkan, memorandum Jaksa Agung menunda laporan kasus tipikor peserta pemilu, baik caleg hingga calon kepala daerah, bertentangan dengan semangat reformasi yang salah satunya adalah supermasi hukum.
Menurut Hajar, memorandum Jaksa Agung akan menimbulkan persepsi publik bahwa lembaga ini tidak serius dalam menyelidiki dan menyidik terduga pelaku tindak pidana korupsi, baik itu peserta pemilu maupun terduga pelaku lain.
"Memo Jaksa Agung memberi kejelasan kepada publik bahwa peran penegak hukum memang lemah di hadapan aktor politik. Alasan pemilu jangan jadi alibi kejaksaan. Terus apa artinya undang - undang jika proses pemilu justru menghambat penegakan hukum? Ini sangat menyesatkan," tutur Ibnu Hajar.
Jika memorandum Jaksa Agung diberlakukan, maka Hajar mengajak masyarakat untuk menyampaikan mosi tidak percaya kepada Korps Adhyaksa. Peraturan diskriminatif tersebut dianggap Hajar justru mengerdilkan kejaksaan sendiri.
"Jaksa Agung justru mengerdilkan lembaganya sendiri di tengah carut - marut penegakan hukum saat ini. Seharusnya kejaksaan berada di garda terdepan merespons segala masalah hukum secara transparan, adil dan profesional. Dan jangan, sampai memo Jaksa Agung membuat gaduh dan rakyat marah memberi mosi tidak percaya lagi kepada kejaksaan. Hati-hatiloh pak jaksa," pungkas Ibnu Hajar.