2 Demonstran Antikudeta Militer Myanmar Tewas Ditembak

Tiga orang demonstran antikudeta militer Myanmar mengalami luka.

2 Demonstran Antikudeta Militer Myanmar Tewas Ditembak
Demonstran di Myanmar berhamburan saat aksi represif polisi dan militer. (Foto: AFP)






KABAR.NEWS - Kondisi di Ibu Kota Myanmar, Yangon semakin memanas setelah kembali dua demonstran antikudeta militer tewas ditembak, Senin (8/3/2021). Aksi protes hari ini dilakukan di tengah kampanye mogok massal digaungkan sehingga toko-toko, pabrik dan bank ditutup di kota utama Yangon.

Dilansir Reuters, Senin (8/3/2021), sebuah foto menunjukkan mayat dua pria tergeletak di jalan di kota utara Myitkyina. Dua pria tersebut ikut serta dalam protes ketika polisi menembakkan granat kejut dan gas air mata. Beberapa orang kemudian terkena tembakan dari gedung-gedung di dekatnya.

Seorang saksi mata memindahkan jasad tersebut, mengatakan kepada Reuters bahwa dua orang ditembak di kepala dan meninggal di tempat. Tiga orang lainnya terluka.

"Betapa tidak manusiawi membunuh warga sipil yang tidak bersenjata," kata saksi yang berusia 20 tahun itu. "Kita harus memiliki hak untuk memprotes secara damai," cetusnya.

Meski polisi dan militer berada di lokasi protes, belum jelas siapa yang menembaki para pengunjuk rasa. Pekan lalu, badan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyatakan, polisi dan militer telah menewaskan lebih dari 50 orang demonstran antikudeta sejak kudeta militer 1 Februari.

Massa hari ini berdemonstrasi di sejumlah kota, seperti di Yangon, Mandalay dan beberapa kota lainnya. Para pengunjuk rasa di Dawei, sebuah kota pesisir di selatan, dilindungi oleh Persatuan Nasional Karen, sebuah kelompok etnis bersenjata yang terlibat perang berkepanjangan dengan militer.

Para pengunjuk rasa mengibarkan bendera dibuat dari htamain (sarung wanita) di beberapa tempat atau menggantungnya di garis di seberang jalan untuk menandai Hari Perempuan Internasional sambil mencela junta. Menurut tradisi, berjalan di bawah sarung wanita konon dianggap membawa sial bagi pria dan cenderung memperlambat polisi dan tentara.

Setidaknya sembilan serikat pekerja meliputi sektor konstruksi, pertanian dan manufaktur telah meminta semua orang Myanmar untuk berhenti bekerja guna menekan junta militer dan memulihkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi.

"Membiarkan bisnis dan kegiatan ekonomi terus berlanjut akan membantu militer, karena mereka menekan energi rakyat Myanmar", kata serikat pekerja dalam sebuah pernyataan.

"Sekaranglah waktu untuk mengambil tindakan untuk mempertahankan demokrasi kita," imbuhnya.

Dalam sebuah pernyataan, junta militer mengatakan telah menangkap 41 orang pada hari sebelumnya. Sementara itu, seorang pejabat dari partai Liga Demokrasi Nasional (NLD), Khin Maung Latt meninggal dalam tahanan polisi pada hari Minggu (7/3).